Tuesday, August 24, 2010

J a u h . . .3

Pernah suatu hari ketika aku sedang berolahraga bersama teman-teman sekelasku dia ada di lapangan sedang bermain basket. Entah ini aku yang ke-geer-an atau emang nyata, dia selalu unjuk kebolehan di depanku. Pada waktu itu aku sedang ber-baseball ria. Padahal permainan baseball-ku sangatlah buruk. Dan di hari lainnya ketika aku sedang ber-baseball ria juga, aku melihatnya masuk dari gerbang sekolah, memakai jaket ‘Big Bang’ kebesarannya, berjalan lurus terarah tanpa menoleh sedikit pun. Sendirian. Dia ke atas, tapi tak beberapa lama kemudian turun dan berjalan seperti itu lagi lalu keluar ke arah gerbang. Aku yakin dia pulang. Tapi, aku ga tau perasaan macam apa ini, aku kesal. Tapi cemas bercampur senang juga.


4 Februari 2011 adalah hari dimana aku dan seluruh teman satu angkatanku menjalani psikotes. Kami harus datang jam setengah delapan dan pulang siang hari. Kami bisa melewatinya dengan lancar. Tanpa hambatan. Kelasku berkumpul dulu untuk membicarakan masalah drama yang akan ditampilkan ketika festival kebudayaan diadakan. “Yuki, tau ga! Tadi si Satoshi nyanyi Haru Haru keren banget! Nge-rap and nge-beat-nya dia bisa. Faseh banget!” kata Mizu. “Ah, ga percaya gue. Lagipula tau dari mana dia lagunya Big Bang?” tanyaku. Dalam hati aku mencibir. “Yaa tau dari kakaknya lah, Ryu senpai. Dia kan juga suka Korea.” Nyess… kepalaku pusing. Hati langsung teriris dan mata ingin segera berubah menjadi keran, mengeluarkan air mata. Nyesek banget hati ini. Aku sampe ga bisa bernapas. Sepele banget ya padahal. Tapi itulah aku. Aku pun langsung mengutukinya. Kenapa? Kenapa bisa dia tahu tentang Korea? Apalagi Big Bang. Padahal aku sudah tenang dia ga tau Big Bang. Nyatanya? Oh GOD!!!
Belakangan ini aku tahu kalo dia mau ngelanjutin pendidikannya ke Sorbonne fakultas seni budaya. 10 Februari 2011, aku tahu dari Misa kalo Ryu senpai putus ama ceweknya. Misa sendiri tahu karena melihat blog-nya senpai. Ga ada perasaan yang timbul begitu mendengar kabar itu. Datar. No sense. Dan hari itu juga, Misa satu bus ama dia begitu pulang dari toko buku. Dalam hati, ngapain tuh bocah masih kelayapan jam setengah delapan malam? 12 hari lagi ujian!!! Tapi aku ber-thingking positive. Dia baru pulang les.
Delapan hari kemudian. Setelah aku rapat perwakilan kelas, aku mau ke taman karena bukuku ketinggalan. Entah kenapa aku ingin sekali mendongak ke arah gedung lantai dua. Aku ga pernah menyangka dan ga pernah tahu apalagi mengharapkan melihat pemandangan ini di atas. Ryu senpai. Dia sedang mendengarkan musik lewat earphone-nya. Memakai jaket putih tanpa lengannya yang biasa dia pakai dan berkacamata ber-frame hitam. Air mukanya serius. Sudah beberapa kali melihat air mukanya yang seperti itu, tapi tetap saja aku heran. Ternyata orang seperti dia juga punya wajah serius seperti itu. Ketika aku mendongak ke atas, dia juga tengah menunduk ke tempat aku berdiri. Tak ada lima detik kami bertemu pandang, aku langsung bergegas ke kelas sambil menggeram dan mengepalkan tangan. Gelagat seperti inilah yang sering terjadi kalo aku melihatnya. Aku sendiri juga bingung.
Ketika pelajaran konselling, kelasku ditugaskan untuk mewawancarai kakak kelas tingkat akhir yang empat hari lagi akan menghadapi ujian. 1 orang anak mewawancarai 1 kakak kelas. Misa memaksaku untuk mewawancarai Ryu senpai. Tapi aku ga mau. Please. Air mataku sudah menggenang ketika itu. Kalo aja aku ga menahannya, pasti banjir. Aku mencari para kakak kelas. Ga ada. Semuanya sudah berkumpul di aula untuk pengarahan ketika ujian nanti. Ya sudahlah.
Keesokan harinya adalah acara peringatan hari besar sekaligus motivasi. Di acara ini, aku khusus mencari Ryu senpai dimana. Ternyata dia ada. Duduk hampir di pinggir. Selama acara ini aku terus melihatnya. Ketika klimaks, aku lihat leher dan tengkuknya memerah. Aku yakin dia menangis. Bahunya bergetar mendengar sang motivator berbicara. Bahuku bergetar karena menangis. Menangis melihat dia menangis. Sekalipun aku tidak pernah melihatnya beribadah. Yaah, sebenarnya beribadah ga perlu ditunjukin. Aku pun ber-thinking positive lagi bahwa dia beribadah di tempat lain. Semoga begitu. Amien.
Acara selesai. Saatnya para murid senior bersalam-salaman memohon doa restu dari para guru. Aku duduk di bangku. Melihatnya sedang bersalaman dengan sahabat karibnya, Shin senpai. Aku melihatnya. Di depan mata kepalaku sendiri. Seperti biasa, bercelana panjang cokelat kotak-kotak ngatung, kemeja putih, ransel hitam dihiasi strip panjang merah, jaket ‘Big Bang’ kebesarannya disampirkan di bahunya dan berkacamata frame hitam. Tak kulepas pandanganku sedikit pun darinya. Sampai aku menyadari bahwa dia juga menoleh ke arahku. Langsung saja kepalaku berubah haluan. Aku berharap dalam hati, semoga sukses.
Hari ini, 22 Februari 2011, dia sedang berjuang menjawab soal-soal. Aku selalu mendoakannya. Sampai hari dimana ujian selesai. Hingga semuanya berakhir. Hingga dia pergi ke Perancis.
bersambung . . .

Monday, August 23, 2010

J a u h . . .2

6 Agustus 2010 adalah hari yang mengejutkanku dari Ryu senpai. Di hari itu aku tahu kalo dia punya gebetan. Namanya Himura Kaoru. Kita manggilnya Kaoru senpai. Dia cantik menurutku. Tapi lebay dan cerewetnya tidak diragukan lagi. Kata Yuri, mereka udah jadian. Ya ampuun… begitu mendengar itu, jantung dan hati serasa diiris-iris. Aku menjadi panas. Tapi aku pun menyadari, yaah dia bukan buat gue. Haha. Buat apa dikeselin. Cocok kok mereka. Tapi yang bikin panas, Ryu senpai ngambil tempat tepat di sebelahku ketika latihan. Argh! Kenapa sih! Makin gondok aja nih hati.

Satu bulan kemudian, aku melihat perubahan style darinya. 18 September 2010. Dia terlihat makin serius. Pake kacamata berambut lebih berantakan karena terlalu sering diacak-acak. Tapi dia tetep cool.

Himawari ngasih tahu ke aku. Ryu senpai cerita di blog-nya kalo dia
suka kendo semenjak dia masih kecil. Dia suka melihat gerakannya. Dan dia berniat bisa nguasain kendo ketika besar nanti. Sama sepertiku. Aku gila kendo waktu melihat tetangga laki-lakiku latihan kendo. Aku tahu itu bela diri kendo. Tapi ga pernah ngerti gimana cara mainnya dan menggunakan shinai (pedang bambu). Aku ingat ketika kelas 4 SD aku sok-sok-an ber-kendo ria. “Lagi ngapain?” Tanya temanku. “Lagi kendo.” Jawabku bangga tapi tetap serius bergerak. “Namanya gerakan apa?” tanyanya kagum. “Aku ga tahu namanya apa. Tapi yang pasti ini salah satu gerakan kendo.”

Lepas dari bulan itu menuju bulan-bulan berikutnya, aku jarang memperhatikannya. Cuma selewat aja. Sampai aku mendengar bahwa dia sudah jadian dengan anak kelas 1-B. Cewek itu kendo juga. Dan aku yakin, senpai jatuh hati padanya sepulang dari shiai-geiko.

Sabtu, 19 November 2010 aku dan anak-anak PMR lainnya diminta datang ke sekolah untuk mempersiapkan acara lomba yang akan dilaksanakan hari berikutnya di sekolah kami. Jam 14.00, aku dan Himawari sedang minum teh atau jus jeruk yang dingin. Melepas lelah. Aku pun melihat Ryu senpai sedang minum dan menunggu teman-temannya di warung yang berada persis di depan rumah makan yang kami tempati. Dia melihat ke arah kami, tapi kami cuek. Seakan-akan ga ada orang di depan kami. Dan kebetulan kami sedang duduk di terasnya. Kemudian, teman-teman Ryu senpai datang. Tak terkecuali sang pacar. Mereka ber-ngobrol-ngobrol ria di depan kami. Sementara kami sedang berbicara tentang betapa lelahnya kami membersihkan dan membereskan kelas yang akan dipakai untuk ruang pengobatan baksos dan lomba. Kami benar-benar ga peduli dengan apa yang ada di depan kami. Aku mendengar Ryu senpai men-joking sambil berkata, “Anata wa sukebe desu ka.” Lalu mereka tertawa. Minuman kami habis. Ya, sudah waktunya kembali memeras keringat dengan bekerja. Kami membayar pesanan kami dan berjalan ke arah sekolah. Huh, menyebalkan sekali melihatnya seperti itu. Sok-sok ceria dan mendekati sang pacar.

Dan hari itu pun datang. Hari dimana aku menjadi sangat membencinya. Tapi juga menyukainya. Sangat.

Kamis, 4 Januari 2011 adalah hari yang mungkin nggak akan aku lupakan. Waktu istirahat tiba. Aku ke kamar mandi untuk buang air kecil. Aku menggunakan kamar mandi bawah, soalnya dekat kantin. Awal hari itu pun aku juga merasa ga enak. Dan ketika aku ingin keluar dan membuka pintu kamar mandi, selama dua detik aku terpaku dengan apa yang kulihat. Cowok yang gila kendo. Ryu senpai. Aku tahu ada orang di luar kamar mandi, tapi aku ga pernah nyangka itu dia. Perasaanku campur aduk. Antara senang ingin tersenyum, tapi juga bĂȘte plus kesel ngeliatnya. Aku pun melewatinya sambil menundukkan kepala. Sepatuku berbunyi, dan dia mengikuti. Sepatunya ikut dibunyikan. Tanganku gatel pengen nonjok dia dan berteriak padanya. “GUE BENCI LO!” biar semua orang tahu itu. Tapi aku malah berteriak pada temanku, Himawari, yang sedang menungguku. “Aargh, Himawari! Gue benci hari ini!!” pengen nangis rasanya. Tapi tak ada sebutir air mata pun yang menetes. Setelah melihatnya semangatku untuk belajar pun down berat. Kepalaku pusing. Gondok. Hati juga berat banget untuk merasa. Yang aku lihat sekilas sebelum aku pergi ke kantin adalah dia masuk ke dalam kamar mandi yang baru saja aku masuki sambil mainin pintunya. HHhmph!!

Sore harinya ketika aku sedang belajar di taman bersama teman-temanku, Himawari berbisik padaku. “Yuki, liat ke tangga sebelah kanan.” Tangga itu ada di sebelah laboratorium. Ketika aku menoleh, berdirilah Ryu senpai bersama temannya sedang berbicara serius di balkon. Aku berdo’a dalam hati semoga dia ga ke taman. Tapi beberapa menit kemudian, dia dan gerombolan temannya datang ke taman dan mengambil tempat jauh dari kelompokku. BĂȘte. Kebetulan aku mau ngambil buku yang ketinggalan di kelas. Jadi aku memutuskan untuk ke kelas. Bagus. Lebih cepat lebih baik, pikirku.

Di hari itu juga aku tahu, dia membuat kelompok yang mirip ‘Big Bang’. Dan kau tahu di berposisi menjadi apa? G Dragon. Aku langsung menonjok kursi begitu mendengarnya dari Himawari. Dan dia juga membuat kelompok semacam F4, dan di dalamnya ia menjadi Lee Min Ho. Aku tak percaya ini. Lee Min Ho ga masalah. Tapi G Dragon? Aku nge-fans sama G Dragon dan aku tahu dia juga begitu. Tapi… oh my God! Ingin menangis rasanya.

Keesokan harinya, sehabis pelajaran olah raga, seperti biasa aku beli wagashi bersama teman-temanku sambil duduk-duduk di kantin. “Yaah, belom cuci tangan lagi.” Kataku begitu menerima sekotak wagashi. “Noh, di pojok sono ada kamar mandi.” Kata Bibi penjaga warung wagashi sambil menunjuk ke arah tempat itu. “Oh ya, makasih Bibi!” jawabku. Aku menaruh makananku di meja dan berjalan ke arah tempat cuci tangan. Di meja terakhir, duduklah Ryu senpai bersama seorang cewek. Cewek itu bukan pacarnya. Dia sedang bermain seruling memainkan lagunya Hamasaki Ayumi. Sementara Ryu senpai sendiri sedang ber-SMS ria. Ketika aku lewat, aku sengaja tidak melihat ke arahnya, dia terang-terangan mendongak ke arahku. Masa bodo! Pikirku. Jalan terus. Jangan ngelirik. Begitu juga ketika aku mau kembali ke tempat duduk.

Hari yang sama, 11 Januari 2011, aku melihat Ryu senpai di lapangan memakai jaket ‘Big Bang’ kebesarannya sambil maen basket. Lemparan three point-nya selalu mulus. Aku suka melihatnya. Tapi juga benci. Tepat satu minggu lewat satu hari kemudian, aku melihatnya lagi bermain basket sepulang latihan ujian memakai hakama adik-nya, Satoshi. Ketika itu aku diundang rapat OSIS sama anak-anak OSIS sebagai perwakilan kelas. Aku senang melihatnya. Dan selalu, ketika aku melihatnya di lapangan dia sedang bermain basket.

Ketika aku sedang upacara minum teh, tepatnya tanggal 22 Januari 2011, aku melihat Ryu senpai. Dia abis dari kantin. Air mukanya menunjukkan kalo dia capek. Soal mulu yang dia liat. Amarahku pun langsung memuncak. Konsentrasiku buyar, aku ditegur Kagawa Sensei karenanya. Satu kata aku membatin pada saat itu. AKU BENCI DIA. Sehabis dari kamar mandi aku dan Misa mau ke kelas. Kami lewat depan lab. kimia. Di situ ada Ryu senpai yang sedang tertawa bersama Ran, sohib Aya – ceweknya senpai –. Aku Cuma bisa mengelus dada sambil nyengir tanda mengejek. Misa yang tahu kalo aku benci senpai Cuma bisa tersenyum melihat tingkahku.

bersambung . . .

Wednesday, August 18, 2010

J a u h . . .1


Semua yang aku tulis di bawah adalah benar
dan berasal dari sesuatu yang disebut hati.
Tulisan ini hanya untuk diriku dan seseorang
yang aku harap akan terus selamanya tersenyum sebagaimana ketika ia bahagia.
Aku berterima kasih padanya.
Karenanya aku tak kan mendapatkan pelajaran hidup tentang cinta
yang menyenangkan atau begitu menyakitkan hingga membuatku lelah
untuk menangisinya.
Terima kasih kak,
tanpa kakak aku ga akan pernah belajar.
Semoga ini pengalamanku yang hasilnya bisa aku amalkan.(f)


AKU ingat, hari itu, hari minggu, 9 Juli 2010 aku bangun pagi untuk dua hal. Pertama, untuk menghadiri ekskul ballet persiapan untuk audisi. Dan kedua, ikut beladiri kendo. Awalnya aku bingung. Gimana caranya hadir dalam dua kegiatan tersebut. Aku memutuskan untuk menghadiri ballet dulu. Ketika mengetahui bahwa ballet ngaret, aku dan teman-temanku yang lain – yang tertarik masuk kendo juga – masuk ke ruangan tempat beladiri kendo diadakan. Untungnya masih acara perkenalan, jadi belum telat banget. Di acara perkenalan itu, bagi kami yang pernah belajar kendo sedikit harus unjuk diri di depan kelas. Oh my God! Pelajaran pertamaku dengan Fujii Sensei pun diuji. Deg-degan. Aku langsung unjuk kebolehan. Walaupun agak terhuyung-huyung namun aku bisa. Salah seorang kakak kelas menghampiriku. “Pernah ikut kendo sebelumnya?” tanyanya sopan. “Hmm… sedikit. Tapi langsung keluar.” Jawabku. Mungkin mukaku memerah. Duuh, lucu banget sih tampangnya. Batinku. “Ooh..” katanya lagi. Acara perkenalan dan unjuk kebolehan pun selesai. Para kakak kelas memperkenalkan diri masing-masing. Ooh… nama kakak itu Ryu. Kita manggilnya Ryu senpai. Tapi sayangnya, dia udah senior akhir. Yaah… Cuma setahun dong kenalannya. Pikirku. Kecewa sih! Tapi ga pa-pa.


Pelajaran pertama yang kita pelajari adalah ashi-sabaki (teknik melangkah), ayumi-ashi (melangkah ke depan dengan menyeretkan kaki secara bergantian), haraki-ashi (melangkah ke kiri atau ke kanan dengan menyeretkan kaki sebesar 45 derajat), dan okuri-ashi (melangkah ke depan dengan menyeretkan kaki; kaki kanan selalu berada di depan kaki kiri.). Huh, untung aku pernah belajar sama Fujii Sensei, jadi udah punya bekal. Mungkin karena mengetahui aku pernah belajar kendo sedikit, dia tertarik denganku. Aku pun juga begitu. Baru kali ini aku melihat dan mengetahui ada cowok yang gila kendo sama seperti aku. Aku sering bertanya dengannya dalam kelas kalau ada gerakan yang aku ga ngerti atau aku ga bisa. Dan dia dengan senang hati menjawabnya. Di tengah pelajaran, kak Arisa, ketua ballet, manggil aku dan teman-teman yang ikut ballet. Kami meminta diri kepada para senpai. Ryu senpai mengucapkan terima kasih kepada kami dan meminta kami datang di minggu depan. Kalo aku bisa ya, senpai, jawabku.


Minggu depannya, 16 Juli 2010, ada audisi ballet. Pas banget sama kendo. Jadi ga enak hati sama para senpai-nya. Ketika aku dan Miho sedang jalan-jalan di lapangan, kami berpapasan dengan para senpai. Dan kebetulan Ryu senpai berjalan di sampingku tapi berlawanan arah denganku. Aduuh… ga enak nih. Ga nyaman banget perasaanku. Pengen ngajak ngomong tapi takut. Malu, karena dia kan cowok. Aku ga biasa nyapa cowok duluan. Ya udah deh lewat aja! Gomen ne senpai!!


Beberapa hari berlalu. Liburan musim panas pun datang membawa keceriaan bagi semua murid di seluruh sekolah. Tanggal 29 Juli 2010 aku kendo. Senpai yang datang sedikit banget. Cuma ada Ryu senpai, Shin senpai dan Akira senpai. Di hari itu aku ga merasa perasaan sedikit pun terhadapnya. Dan dia caper banget. Dia mebuat gerakan menangkis yang sulit dengan pedang bambunya. Berharap cewek-cewek yang ada di ruangan itu terpukau dan terpesona melihatnya. Aku juga baru tahu di hari itu kalo dia anak basket. Tapi karena dia udah di tingkat akhir, ekskul itu dia lepas. Oh ya, aku juga ingat kejadian itu. Aku, Himawari, Tsubaki dan Yuri duduk berdekatan. Ryu senpai nyamperin kita. Saat itu ditugasin gerakan okuri-ashi. Kebetulan aku ga bisa, jadi yaa aku main-main aja sama pedang bambunya. ”Sekarang jam berapa?” tanyanya. Aku tahu dia ada bertanya, dan aku menoleh ke arah jam. Tapi aku ga ngasih jawaban. Dan ga ada satu pun dari kami yang menjawab. Entah karena dia kesel ga dijawab atau karena ga mau ganggu, dia pun pergi dan bertanya kepada temannya. Kemudian Tsubaki nanya, “tadi senpai nanya ke kita ya?” kami semua hanya nyengir sambil cengengesan. “Iya, tapi ga ada yang jawab. Kasian banget dah!” kata Yuri. Kami pun cekikikan karenanya. Aku juga melihatnya di depan kelas bersama Shin senpai sedang latihan. Mereka ketawa-ketawa dengan kelakuan mereka sendiri.


Malam tiba. Saatnya makan malam. Aku memesan ramen. Begitu juga yang lain. Gara-gara ramen itu uangku ambles. Cuma cukup buat ongkos! Huh… Terus, anak-anak kendo kan berencana latihan bareng sama kendo sekolah lain dan masing-masing dari kita harus nyicil per pertemuan 20 Yen. Karena udah dua pertemuan aku ga hadir, jadinya bayar 40 Yen. Uangku Cuma ada 50 Yen, ya udah nanti aja kembalinya. Kataku ke Ryu senpai. Di akhir pertemuan, aku meminta kembalian. Dikasihnya yang jelek pula! Iikh… tapi aku merasa dia agak sok cool gimanaa gitu, dan mukaku memerah. Oh no! Dan di hari itu juga aku jadi membenci Ryu senpai TANPA alasan.


bersambung . . .